Kok gitu sih?
Padahal awalnya sudah ok loh.
Aku kan sudah begini… begitu… dan banyak begini begitu.
Kok hasilnya gini sih?
Hmm… semua pertanyaan lancang yang menyesakkan. Hingga akhirnya pada suatu titik, saya pun terdiam. Kalau mengikutkan perasaan, hati akan selalu tersiksa. Kalau mengikuti logika, otak bisa jebol. Terlalu banyak apa dan kenapa yang tak akan terjawab. Saya seperti terbentur ke tembok tebal dan konyolnya, saya terus berusaha membenturkan diri untuk menembus tembok itu. Saya menyebutnya sebagai konyol bukan goblok. Karena saya tahu dan sadar kalau kalau saya tidak bisa, tapi saya tetep kekeuh sumekeuh melakukannya. Selama saya seperti ini, saya akan merasakan rasa sakit yang luar biasa. Tapi lebih menyakitkan lagi. Orang-orang yang saya cintai disekeliling saya, akan merasakan sakit dua kali lipat dari rasa sakit yang saya rasakan.
Hingga akhirnya sayapun memutuskan dengan kesadaran sendiri. Saya harus menghentikan kondisi seperti ini. Ikhlas adalah jalan satu-satunya. Menikmati setiap episode dalam hidup ini dengan ikhlas. Menerima dengan lapang dada hanya karena Allah SWT semata. Sepanjang kesadaran saya memang tidah mudah. Tapi bila sudah melewatinya, ternyata juga tidak sulit hehehe.
Setiap kali Idul Adha saya selalu diingatkan untuk belajar terus menerus tentang ikhlas. Juga penyerahan diri secara total hanya untuk Allah semata, segala apa yang saya miliki. Saya sadar sepenuhnya bukanlah seorang mulia seperti Nabi Ibrahim, yang dengan keyakinan penuh menyerahkan anak, ketika Allah memintanya. Saya tahu, saya jauh dari sempurna dari kapasitas seperti itu. Tapi saya berjanji dalam hati untuk selalu belajar ikhlas setiap waktu, seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar